Saham repo (repurchase agreement) bisa memengaruhi harga saham di pasar hingga menyebabkan penurunan yang signifikan, bahkan crash, melalui beberapa mekanisme berikut:
1. Leverage Berlebihan
- Saham repo sering digunakan oleh investor atau hedge fund untuk melakukan **leverage (pembelian dengan pinjaman)**. Mereka menggadaikan saham yang dibeli untuk mendapatkan dana segar, lalu menggunakan dana tersebut untuk membeli lebih banyak saham lagi.
- Jika harga saham turun, pemberi pinjaman (biasanya bank atau prime broker) akan meminta **margin call**, memaksa investor menjual saham untuk menutupi kerugian. Penjualan besar-besaran ini bisa menekan harga lebih dalam.
2. Efek Domino Margin Call
- Ketika pasar mulai turun, banyak investor yang menggunakan repo dipaksa melakukan **likuidasi** karena tidak mampu memenuhi margin call.
- Penjualan panik ini memperburuk penurunan harga, memicu lebih banyak margin call, dan menciptakan **spiral jatuh** (downward spiral).
3. Short Squeeze & Panic Selling
- Jika saham repo banyak digunakan untuk **short selling** (meminjam saham lalu menjualnya dengan harapan membeli kembali lebih murah), kenaikan harga sementara bisa memicu **short squeeze**, di mana short-seller terpaksa membeli saham untuk menutupi posisi, mendorong harga naik sementara.
- Namun, begitu sentimen berbalik, panic selling terjadi, dan harga bisa anjlok lebih dalam.
4. Ketidakseimbangan Pasokan & Permintaan
- Repo market sering melibatkan **shadow banking** (sistem keuangan non-bank). Jika terjadi krisis likuiditas (seperti yang terjadi dengan Archegos Capital atau Lehman Brothers), pemain besar terpaksa melepas saham dalam volume besar sekaligus.
- Pasokan saham yang tiba-tiba melonjak sementara permintaan rendah menyebabkan harga **runtuh**.
Contoh Kasus Saham Repo:
Kasus Archegos Capital (2021)
- Archegos menggunakan **total return swaps (mirip repo)** untuk membangun posisi besar di saham seperti ViacomCBS dan Discovery tanpa kepemilikan fisik.
- Ketika harga saham turun, bank prime broker (seperti Credit Suisse dan Nomura) memaksa likuidasi besar-besaran, menyebabkan saham-saham tersebut **anjlok >50% dalam beberapa hari**.
Contoh di Bursa Indonesia
Di Indonesia, meskipun tidak sebesar kasus **Archegos** di AS, ada beberapa contoh di mana aktivitas **saham repo dan leverage tinggi** berkontribusi pada tekanan harga saham hingga jatuh. Berikut contohnya:
1. Kasus PT Trada Alam Minera (TRAM) – 2013
- Apa yang Terjadi?
Saham TRAM sempat mengalami **kenaikan spekulatif** didorong oleh aktivitas pembelian dengan pinjaman (margin trading) dan repo oleh investor besar.
- Jatuhnya Harga:
Ketika sentimen berbalik, terjadi **liquidation panic** di mana investor yang menggunakan leverage terpaksa menjual saham untuk menutupi margin call.
Akibatnya, harga TRAM **anjlok >80% dalam waktu singkat**, dari level Rp 1.000-an ke Rp 200-an.
2. Saham PT Hanson International (MYRX) – 2014
- **Pola "Repo dan Pump-Dump"**
MYRX sempat menjadi sasaran manipulasi pasar oleh sekelompok investor yang memanfaatkan **saham repo dan margin trading** untuk mendorong harga naik (**pump**), lalu melepas saham besar-besaran (**dump**).
- **Crash Mendadak:**
Setelah mencapai puncak, saham ini **runtuh >90%** karena penjualan besar-besaran dari pemain yang menggunakan leverage.
3. Kasus PT Garuda Indonesia (GIAA) – 2020-2021
- **Leverage & Repo oleh Investor Institusi**
Sebelum mengalami **suspensi dan restrukturisasi**, saham GIAA sempat menjadi incaran investor yang memanfaatkan repo untuk trading jangka pendek.
- **Dampak Margin Call & Likuidasi:**
Ketika kinerja emiten memburuk, banyak posisi leveraged dipaksa ditutup, mempercepat penurunan harga dari Rp 400-an (2020) ke Rp 100-an (2021).
4. Saham-Saham Kecil dengan Aktivitas Repo Tinggi (2022-2023)
Beberapa saham kecil seperti:
- **PT Bank Dinar Indonesia (DNAR)**
- **PT Maskapai Reasuransi Indonesia (MREI)**
Sempat mengalami **volatilitas tinggi** karena aktivitas repo dan margin trading oleh investor ritel dan lokal, menyebabkan **flash crash** saat ada aksi jual mendadak.
Mekanisme Kerusakan Harga di BEI
1. **Pump oleh Pemain Leveraged** → Harga naik karena pembelian dengan dana pinjaman (repo/margin).
2. **Trigger Margin Call** → Jika harga turun sedikit, pemberi pinjaman (sekuritas) meminta tambahan dana atau likuidasi.
3. **Panic Selling** → Penjualan besar membanjiri pasar, tetapi tidak ada pembeli di harga tinggi → **harga jatuh bebas**.
Kesimpulan:
Penggunaan leverage berlebihan yang dibiayai oleh repo bisa menciptakan gelembung spekulatif. Ketika pasar berbalik, likuidasi paksa dan panic selling memperburuk penurunan harga, bahkan memicu market crash dalam skala besar.
Di Indonesia, meski tidak separah di pasar AS, saham repo dan leverage berlebihan bisa menyebabkan flash crash, terutama pada saham kecil/illiquid. Otoritas (BEI & OJK) memberlakukan auto-rejection dan pembatasan margin trading untuk mengurangi risiko ini.
إرسال تعليق