Hukum Kontrak (Contract Law)

Hukum kontrak atau disebut juga contract law adalah kesepakatan perjanjian yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk melaksanakan suatu objek perjanjian yang telah diatur oleh hukum dan menimbulkan akibat hukum. Hukum kontrak telah diatur dalam pengaturan umum KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek) buku III / bab  3.

Sebagai warga negara yang sadar akan hukum, kita perlu mempelajari hukum kontrak bisnis secara menyeluruh. Jangan sampai kita sebagai objek dari perjanjian kontrak tersebut tidak mengetahui hukum yang mengatur tentang kontrak bisnis, sehinggan tanpa disadari nantinya kita telah melanggar hukum kontrak bisnis yang berlaku atau malah menjadi korban pelanggaran terhadap perjanjian kontrak bisnis yang tidak diakui secara hukum.

Penjelasan Dasar Mengenai Hukum Kontrak Bisnis

Istilah ‘kontrak’ dalam hukum kontrak bisnis didefinisikan berbeda-beda menurut beberapa individu. Pendapat-pendapat mengenai pengertian kontrak itu sendiri sebenarnya telah mengacu kepada aturan mengenai hukum kontrak bisnis sebagaimana  diatur dalam pasal 1313 KUP Perdata (telah disempurnakan oleh Van Dunne). Menurutnya, kontrak /perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Didalam hukum kontrak tersebut terdapat asas-asas hukum yang menjadi dasar pembuatan kontrak.

Asas-asas dalam hukum kontrak :

1. Asas Kebebasan Berkontrak  (contracts vrijheid)

Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
  • a. membuat atau tidak membuat perjanjian,
  • b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
  • c. menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
  • d. menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

2. Asas Konsesualisme (consensualisme)

Asas ini diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. Awalnya suatu kesepakatan atau perjanjian (kontrak) harus ditegaskan dengan sumpah. Namun akhirnya pandangan tersebut lama-lama dihapuskan dan disepakati bahwa adanya kata sepakat di antara para pihak, suatu perjanjian sudah memiliki kekuatan mengikat

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas ini disebut juga dengan asas kepastian hukum, yaitu sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. Asas ini berhubungan dengan akibat dari perjanjian itu sendiri, dimana hakim atau pihak lainnya harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh Para Pihak, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang sudah dibuat tersebut.

4. Asas Itikad Baik

Asas ini mengacu pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikat baik. Asas ini menyatakan bahwa Para Pihak (kreditur maupun debitur) harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Itikat baik bisa bersifat nisbi yang dilihat dari sikap dan tingka laku yang nyata dari subyek, atau bersifat mutlak dimana penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan dengan ukuran yang obyektif.

5. Asas Kepribadian

Asas ini mengandung pengertian bahwa seseorang yang akan melakukan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini mengacu pada  Pasal 1315 dan Pasal 1350 KUHPerdata.  Pasal 1315 menyatakan bahwa : Pada umumnya sesorang tidak dapat mengadakan pengikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.  Ini berarti bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian adalah untuk dirinya sendiri.  Selanjutnya  Pasal 1350 menyatakan bahwa :  Perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat merugikan pihak ketiga; perjanjian tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam yang ditentukan dalam pasal 1317. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya, kecuali seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1317, yang berbunyi : Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu. Siapapun yang telah menentukan suatu syarat, tidak boleh menariknya kembali, jika pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat itu. Jadi pasal ini mengatur perjanjian untuk pihak ketiga. Selain itu, pengecualian asas ini juga dinyatakan dalam Pasal 1318 yang berbunyi : Orang dianggap memperoleh sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk ahli warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau telah nyata dan sifat persetujuan itu bahwa bukan itu maksudnya. Pasal ini mengatur perjanjian untuk kepentingan diri sendiri, ahli waris dan orang-orang yang memperoleh hak darinya.

Syarat Sah Suatu Kontrak

Ada beberapa hal yang menjadi syarat suatu kontrak dapat dikatakan sah secara hukum :
  1. Kesepakatan yang Mengikatkan Diri
  2. Kecakapan Untuk Menbuat Perikatan
  3. Suatu Hal Tertentu
  4. Sebab yang Halal (diperbolehkan)

WARNING: Copy Paste sebagian kalimat ataupun artikel utuh dari situs ini harus mencantumkan sumber dari situs ini. Lebih jelasnya Klik Disini
© Copyright 2022 ensiklopedia1.COM - All Rights Reserved - Created By BLAGIOKE & Best free blogger templates